+62 811-1300-9840
Waspada! Migrain Berkepanjangan Bisa Berpotensi Stroke
dr. Aryatama, Sp.S
Dokter Spesialis Saraf
Penelitian WHO menyatakan bahwa dari jumlah populasi manusia usia 18–65 tahun yang pernah merasakan sakit kepala, sebanyak 30 persen dari jumlah tersebut pernah mengidap migrain. Umumnya, migrain pertama kali terjadi pada usia pubertas dan semakin lama rasa sakitnya akan semakin berat ketika usia 35-45 tahun.
Sakit kepala biasa dan migrain memiliki perbedaan yang dijelaskan oleh Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Premier Jatinegara dr. Aryatama, Sp.S. Berikut penjelasan mengenai sakit kepala migrain serta bagaimana cara mengatasinya.
Perbedaan sakit kepala dan migrain
dr. Aryatama menjelaskan sakit kepala adalah rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah kepala. Sedangkan migrain sebenarnya adalah salah satu dari beberapa jenis sakit kepala. dr. Aryatama melanjutkan bahwa sebutan migrain berasal dari bahasa Yunani yaitu hemicranion yang artinya separuh kepala. Sehingga migrain sendiri dapat didefinisikan sebagai sakit kepala sesisi, atau hanya satu sisi kepala saja yang sakit. Selain itu, pada migrain juga kepala berdenyut secara berulang dan berlangsung selama beberapa jam, bahkan hingga beberapa hari dengan intensitas sedang sampai berat.
Jenis sakit kepala berdasarkan penyebabnya
Dari penyebabnya, dr. Aryatama menjelaskan bahwa sakit kepala dapat digolongkan menjadi dua (2) yaitu, sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. Pada sakit kepala primer adalah rasa sakit di kepala bukan karena penyakit atau kondisi lain sebagai dasar penyebabnya. Sehingga bisa dikatakan sakit kepala tersebut adalah masalah utamanya. Migrain dan sakit kepala tipe tegang adalah salah satu jenis penyakit sakit kepala ini.
Sedangkan sakit kepala sekunder adalah sakit kepala yang memiliki penyakit atau kondisi lain sebagai dasar penyebabnya, misalnya sakit kepala yang sebabkan oleh cidera kepala, tumor, infeksi strep dan sebagainya.
Khusus untuk migrain bisa dikenali gejalanya. Menurut dr. Aryatama gejala khas yang bisa diketahui adalah kepala sesisi yang berdenyut dan berlangsung antara 4 hingga 72 jam, dengan intensitas sedang hingga berat. Selain itu sakit disertai denyutan di satu sisi kepala tersebut diperberat oleh aktivitas fisik misalnya berjalan, naik tangga dan sebagainya. Atau setidaknya disertai oleh salah satu gejala berikut yaitu:
- Mual atau muntah
- Photophobia (rasa tidak nyaman dengan cahaya terang)
- Phonophobia (rasa tidak nyaman dengan suara keras atau berisik)
Dokter Aryatama melanjutkan, migrain sendiri dapat dibagi menjadi 2 yaitu migrain tanpa aura dan migrain dengan aura. Aura sendiri adalah gejala saraf yang mendahului sakit kepala, bisa berupa gangguan penglihatan mulai dari pandangan gelap, kilatan cahaya, gangguan sensorik seperti kesemutan sesisi atau gangguan komunikasi/berbahasa. Gejala gangguan saraf ini dapat pulih dengan sendirinya, dan hilang dalam waktu kurang dari 60 menit.
Kemudian secara umum migrain juga jarang menimbulkan komplikasi berbahaya. Namun pada beberapa kasus, migrain dapat berkembang menjadi migrain kronis, yaitu migrain yang menahun. Kondisi ini dapat memicu kejang dan khususnya pada migrain dengan aura. Lebih jauh, jika tidak teratasi dengan baik maka migrain dapat berpotensi menyebabkan stroke.
Faktor risiko terjadinya migrain
Salah satu Dokter Spesialis Saraf terbaik di RS Premier Jatinegara ini menjelaskan beberapa faktor yang bisa membuat seseorang dapat diserang migrain. Salah satunya adalah karena kondisi komorbid yaitu penyakit yang ada bersamaan seperti:
- Obesitas.
- Tekanan darah tinggi.
- Kadar kolesterol darah yang tinggi.
- Diabetes.
- Stroke.
- Penyakit jantung coroner.
- Riwayat migrain pada keluarga.
Maka dr. Aryatama memberikan saran apabila mengalami serangan migrain, sesegera mungkin lakukan terapi abortif yaitu terapi yang berfungsi menghentikan nyeri. Selain itu hindari faktor faktor yang memperberat migrain, seperti aktivitas cahaya terang dan suara keras atau berisik.
Pada kebanyakan kasus, pemberian Paracetamol 500-1000 mg dapat menghentikan serangan. Pengobatan ini bisa diulangi tiap 6-8 jam. Jika muncul rasa mual, maka bisa ditambahkan anti mual seperti metoklopramid, atau obat-obatan anti radang seperti ibuprofen, diklofenak dan jenis obat lainnya yang sejenis.
Namun, jika setelah diobati keluhan tidak berkurang atau kondisi tidak membaik, maka sebaiknya pergilah ke dokter. Pasalnya, untuk kasus-kasus migrain yang tidak membaik dengan pemberian obat antiradang, dokter biasanya memberikan obat-obatan golongan Triptan atau Ergot Derivatives.
Diagnosis Migrain
Diagnosis migrain umumnya dilakukan dengan anamnesis yaitu mencari gejala-gejala migrain dan perjalanan penyakitnya lewat wawancara medis. Apabila migrain tidak membaik dengan pemberian obat atau disertai gejala saraf, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tersebut untuk menyingkirkan nyeri kepala sekunder, seperti nyeri kepala akibat tumor atau kelainan pembuluh darah dengan melakukan pemeriksaan pencitraan berupa Magnetic Resonance Imaging (MRI), Computed Tomography (CT), dan scan MR atau CT Angiography pada otak sesuai indikasi.